Kamis, 25 Oktober 2012

Terjemahan Jurnal: Pengaruh Deterjen pada Potensi Inhibitor Dua Bentuk Isoform Siklo-oksigenase

PENDAHULUAN
Coxs (siklo-oksigenase) mengkatalisis reaksi oksigenasi dari asam arakhidonat menjadi PG (prostaglandin) pada reaksi oksigenase G2 dan reaksi reduksi menjadi PGH2 dalam reaksi peroksidasi. PGH2 adalah prekursor yang umum untuk PGS, tromboksan dan prostasiklin, reaksi ini dapat dikatalisis oleh sel spesifik PG isomerase. Hal yang menarik perhatian ilmuwan pada penelitian Cox yaitu telah ditemukan bentuk kedua yang dinamakan Cox-2 yang diinduksi pada jaringan tertentu oleh sejumlah rangsangan dan sebuah peranan penting pada inflamasi, sakit, dan demam. Obat anti inflamasi- non steroidal ( NSAIDs) digunakan untuk pengobatan inflamasi dan demam yang akan memberikan efek menghambat pada siklooksigenase, mekanismenya berdasarkan pada penghambatan mereka terhadap biosintesis PG enzim Cox yang mempunyai peranan utama dalam menyediakan prekursor PG untuk regulasi homeostatis. Fungsi penting dari Cox-1 yaitu perananya dalam penyediaan prekursor biosintesis tromboksan (Saqib dan Karigan 2009). Indometasin dan flurbiprofen yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit, inflamasi dan demam, inhibitor Cox-1 dan Cox-2 mempunyai potensi yang sama. Penghambatan yang ditimbulkan Cox-1 akan menyebabkan efek samping yang berhubungan dengan lambung. Inhibitor selektif Cox-2 yang baru mempunyai aktivitas anti inflamasi yang hampir sama dengan inhibitor Cox non selektif.
Pencarian inhibitor Cox-2 selektif melibatkan sejumlah campuran dari Cox-1 dan Cox-2. Pada umumnya mikrosomal atau enzim yang murni diberi perlakuan. Nilai IC50 yang diperoleh sering berbeda hasilnya dengan laboratorium. Potensi inhibitor pada pengujian keseluruhan sel Cox umumnya > 10-fold lebih tinggi daripada sistem isolasi enzim, sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi potensi penghambatan NSAID telah diidentifikasi, termasuk juga konsentrasi peroksida, identitas bahan reduksi co-substrat, konsentrasi substrat, dan lama preinkubasi antara enzim dan inhibitor.
Aktivitas enzim Cox terisolasi telah diukur secara langsung oleh formasi PG lewat uji immuno atau HPLC dengan suatu substrat radiolabel atau dengan pengambilan oksigen. Teknik yang biasa digunakan untuk suatu jenis high-throughput yaitu mengikuti oksidasi co-substrat sepanjang reaksi peroksidasi ( reduksi dari PGG2 menjadi PGH2) menggunakan suatu bahan reduksi fluorogenik atau kromogenik. Walaupun metode ini bukan metode langsung, oksidasi peroksidase co-substrat TMPD (N,N,N’,N’-tetrametil-p-fenilendiamina) untuk membentuk suatu campuran biru (E610 14000 M-1′ cm-1) telah menunjukkan secara teliti tingkat konversi dari asam arakhidonat menjadi PGH2.
Penggabungan uji kolorimetri untuk TMPD menggunakan Cox murni, yang ditempatkan pada 96 plat dan suatu larutan penyangga yang berisi Tween-20. Uji ini mengikuti uji pengubahan deterjen menjadi genapol X-100. Terdapat perbedaan besar dalam pengujian menggunakan Cox-2 yaitu keakuratanya lebih besar dengan penghambat dibandingkan dengan uji yang lainnya. Perbedaan potensi inhibitor Cox-2 diteliti dengan kehadiran genapol, walaupun pada penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa hal ini bukan fenomena genapol-spesifik.
Penelitian ini menguraikan bahwa kehadiran deterjen atau fosfolipid dapat mengubah kepekaan penghambat pada Cox-1 dan Cox-2 murni. Sumber dari efek ini adalah banyak inhibitor seperti membentuk suatu interaksi monomer deterjen dengan protein Cox yang mengakibatkan beberapa perubahan di dalam tetapan kinetik untuk pengikatan inhibitor sehingga potensi akan meningkat. Hilangnya potensi diamati pada sekat inhibitor tersebut ke dalam misel deterjen.
METODE PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah asam arakhidonat (peroksida bebas), ibuprofen, indometasin, naproksen, ovine Cox-1, asam meklofenamat, asam niflumat, asam flufenamat, ketoprofen, karprofen, isoksisam, piroksisam, zomepiraks, TMPD, asam arakhidonat (dengan 14C), RS-ibuprofen, genapol X-100 , Triton X-100 dan Tween-20. Semua inhibitor yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Departemen kimia di Merck Frosst Kanada. Rekombinan manusia untuk Cox-1 dan Cox-2 dinyatakan dalam sel Sf9 dan telah dimurnikan.
Uji spektrofotometri Coxs
Aktivitas enzim dari pemurnian Coxs diukur menggunakan uji kromogenik berdasarkan pada reaksi oksidasi TMPD sepanjang reduksi PGG2 menjadi PGH2 yang diletakkan pada 96 plat. Pengujian campuran yang mengandung 100 mM Na3PO4, pada pH 6.5, 1 µM haematin, dan 1 mg/ml agar-agar dibuat dalam volume 180 µl. Cox-1 40 nM dan Cox-2 20 nM dimurnikan. Pengujian juga dilakukan pada deterjen genapol X-100 pada konsentrasi akhir 2 mM. Pengujian keberadaan genapol, asam arakhidonat dan larutan TMPD dengan disiapkan dalam 50% larutan etanol. Campuran diinkubasi awal pada suhu-kamar (22° C) dengan tes senyawa dalam pelarut DMSO 4 µ l selama 15 menit sebelum inisiasi dari reaksi enzimatik dengan penambahan 20 µl asam arakhidonat 1 mM dan 1 mM TMPD di dalam larutan penyangga (tanpa enzim atau haematin).
Reaksi diaktifkan oleh penambahan enzim sebanyak 180 µl ke asam arakhidonat/TMPD 20 µl dan inhibitor 4 µl. Aktivitas enzim diukur dengan kecepatan alir dari oksidasi TMPD yang pertama yaitu 36 detik dan diikuti peningkatan absorbansi pada panjang gelombang 610 nm. Percobaan dikendalikan dengan menggunakan H2O2 0.4 mM sebagai substrat yang menunjukkan bahwa inhibitor tidak mempengaruhi aktivitas peroksidase dari Cox-2. Laju oksidasi non-enzimatik diamati untuk mengetahui ketidakhadiran Coxs dan dikurangi sebelum perhitungan persentase inhibitor. Nilai-nilai IC50 diperoleh dari mengepas data itu pada suatu empat parameter model logistikal grafik terhadap persentase inhibitor atau interpolasi data dengan menggunakan perangkat lunak Kaleidagraf. Semua nilai IC50 dilaporkan sebagai hasil rata-rata percobaan yang dilakukan sebanyak dua kali. Kinetika konstan untuk penghambat Cox-2 oleh ketoprofen, indometasin dan biaril. Uji spektrofotometri menunjukkan ada atau tidak genapol 2 mM. Reaksi diaktifkan dengan enzim atau inhibitor dan Cox-2 yang diinkubasi selama 5 menit sampai 15 menit dan reaksi diaktifkan dengan substrat. Pengamatan pertama yaitu laju kinetika dengan orde pertama. Aktivitas masing-masing konsentrasi inhibitor dimasukkan ke persamaan y=a+b*exp(−kobs*t) menggunakan perangkat lunak Kaleidagraf.
Uji asam arakhidonat dengan HPLC
Pengujian yang dilakukan hampir sama dengan pengujian TMPD. Preparasi dilakukan dengan menggunakan asam arakhidonat (0.005 µCi) sebagai substrat, konsentrasi akhir enzim sekitar 250 nM diletakkan dalam 96 plat yang diperoleh dari Nunc dan volume pengujian 50 µl. Setelah 1 menit reaksi dihentikan dengan penambahan 5 µl HCl 1 M dan 50 µl asetonitril. Substrat sebanyak 50 µl diinjeksikkan ke dalam kolom HPLC Nova-Pak C18 (3.9 mm × 150 mm) dengan eluen asetonitril:air:asam asetat dengan perbandingan 85:15:0.1 dan laju alir 2 ml/min. Metabolit asam arakhidonat dielusi selama 0.6-1.1 menit dan asam arakhidonat dielusi selama 2.2-2.6 menit dengan menggunakan detektor Packard Flo-one Radiochromatography.
Penentuan penghambat misel genapol
Pereaksi K3PO4 20 mM, KCl 200 mM, dan genapol X-100 2 mM direaksikan pada pH 6.5 dengan laju alir 2 ml/menit. Inhibitor diinjeksikan sebanyak 100 µl ke dalam fase geraknya dan dideteksi dengan detektor radiokromatografi. Elusi dengan aseton sebanyak 6.30 ml. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan ultrafiltrasi. Larutan sebanyak 500 µl yang mengandung 10 µM ketoprofen dan indometasin disiapkan dalam 100 mM Na3PO4, pada pH 6.5, berisi 0-2 mM genapol dan disentrifugasi dengan ultrafiltrasi jenis Mikrokon-30. Sebanyak 100 µl aliquot dan retentat diukur konsentrasi inhibitornya menggunakan HPLC dengan kolom Nova-Pak C (3.9 mm × 150 mm) dan dengan eluen asetonitril:air:asam asetat dengan perbandingan 60:40:0.1 pada laju alir 2 ml/menit. Ketoprofen dan indometasin dielusi selama 0.97 dan 1.38 menit secara berturut-turut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengenalan misel lingkungan berhubungan dengan potensi penyekatan dari suatu substrat, enzim atau inhibitor ke dalam misel, seperti halnya kemampuan untuk melakukan interaksi spesifik dari monomer detergen dengan masing-masing komponen. Konsentrasi sub-CMC dari Tween-20 dengan mantap dapat mengurangi kemampuan dari bufelone ke arah Cox-2, tetapi oktilglukosida tidak mempunyai efek yang mendorong ke arah hipotesis dari monomer Tween yang menginduksi beberapa kesatuan molekul derbufelone. Kerja yang dilakukan menunjukkan bahwa yang berpotensi sebagai inhibitor Coxs untuk memurnikan Cox-1 dan Cox-2 dipengaruhi oleh kehadiran deterjen yang tidak mempunyai ion genapol. Banyak inhibitor yang menjadi lebih potensial sehingga pergeseran dihubungkan dengan perubahan hasil kurva dan beberapa perubahan dari kebergantungan waktu. Subset yang lain lebih banyak mengandung inhibitor hidrofobik yang kemampuannya menjadi berkurang dengan kehadiran genapol.
Mekanisme deterjen seperti genapol dapat meningkatkan potensi inhibitor dan mengubah bentuk kurva, hal ini bergantung pada mekanisme penghambatan Coxs oleh masing-masing penghambat. NSAIDs ibuprofen dan asam flufenamat telah diuraikan menjadi kompetitor yang sederhana. Selain itu, indometasin dan flurbiprofen adalah kebergantungan waktu inhibitor non-kovalen, konsisten dengan dua tahap dari mekanisme inhibisi enzim termasuk kecepatan interaksi reversibel dengan enzim yang diikuti oleh pembentukan yang lambat dari suatu ikatan kompleks yang kuat. Tingkatan inhibitor ini umumnya sangat lambat dibandingkan dengan tingkatan perputaran inaktivasi enzim. Inhibitor ini efekif irreversibel dan non-kompetitif. Cox-2 merupakan inhibitor yang selektif, contohnya rofekoksib, selekoksib, DuP-697, dan NS-398 bertindak di dalam kebergantungn waktu menuju Cox-1, sedangkan inhibitor yang tidak selektif menunjukkan mekanisme penghambatan yang sama menuju kedua isoforms.
Genapol digunakan sebagai surfaktan pada penguujian fluorometri enzim Cox sebab genapol tidak bertentangan dengan panjang gelombang yang digunakan. Penelitian ini menggunakan beberapa NSAIDs antara lain ibuprofen, ketoprofen, biaril A, biaril B, asam nuflemat, dan asam flufenamat. Berikut adalah beberapa struktur NSAIDs yang digunakan
Gambar 1 Struktur NSAIDs dari biaril A, biaril B, tioflosulida, dan profen A
Preinkubasi dilakukan selama 15 menit. Sebelum reaksi inisiasi berlangsung, Cox-2 murni 20 nM ditambahkan pada 100 µM asam arakidonat. Waktu yang dibutuhkan untuk reaksi terasebut adalah 36 detik, reaksi aktivitas Cox murni menurun dengan cepat dan memiliki waktu paruh 40 detik. Sejumlah Cox diuji dan nilai IC50 dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari uji enzim Cox-2 lainnya. Sejumlah inhibitor banyak mengandung lipatan yang lebih kuat pada uji TMPD daripada uji serupa pada isolasi enzim. Uji TMPD diulangi dengan cara yang sama tetapi tanpa deterjen maka terdapat perbedaan di antara keduanya. Nilai IC50 merupakan hasil perbandingan antara IC50 tanpa deterjen dan IC50 dengan deterjen, nilai yang didapatkan berkisar dari >1900 untuk ibuprofen dan 0,03 untuk biaril A. Konsentrasi Cox-2 yang diperoleh dengan adanya genapol pada nimesulida dan flurbiprofen diperkirakan 20 nM.
Gambar 2 Hasil IC50 NSAIDs dengan genapol dan tanpa genapol
Semakin tinggi nilai IC50 maka potensi penghambatan yang terjadi pada NSAIDs semakin rendah. Daya hambat maksimum diperoleh ketika diperoleh nilai IC50 kecil yaitu pada NSAIDs jenis biaril A maupun biaril B. Nilai IC50 menggambarkan kemampuan suatu inhibitor untuk menghambat substrat sebanyak 50%. Senyawa NSAIDs yang digunakan juga diuji secara dua tahap, yaitu uji TMPD dan uji arakhidonat. Hasil yang diperoleh berupa grafik yang bentuknya menyerupai kurva titrasi. Efek genapol tidak terbatas pada potensi inhibitor saja. Saat tidak adanya deterjen maka kurva titrasi yang mencakup sejumlah campuran ibuprofen, ketoprofen, atau karprofen, nimesulida, dan tioflosulida menjadi suatu bifasik yang menunjukkan konsentrasi inhibitor antara 20- 80%. Konsentrasi inhibitor yang sangat tinggi (30-100 µM) akan memberikan daya hambat yang tinggi.
Senyawa NSAIDs dititrasi dengan genapol 2 mM dan memberikan bentuk kurva sigmoid normal dengan penghambatan maksimal yang hampir mencapai 100%. Beberapa peningkatan inhibitor dengan genapol dihasilkan penurunan yang besar pada nilai IC50 yaitu ibuprofen sedangkan flurbiprofen dan karprofen mengalami peningkatan sekitar 60-100%. Pengujian ibuprofen 1-100 µM dengan TMPD memberikan penghambatan inhibitor dengan hasil 80 dan 60%.
Gambar 3 Hasil uji TMPD (kiri) dan uji arakhidonat (kanan) pada Cox-2 dengan inhibitor ibuprofen dan ketoprofen
NSAIDs lain juga diamati misalnya naproksen, nimesulida, piroksisam dan tioflosulida, namun hasilnya kurang kuat daripada dengan genapol, seperti biaryl A. Bentuk kurva biaril A adalah sigmoid untuk kedua jenis uji (TMPD dan arakhidonat). Kehadiran genapol di dalam uji TMPD Cox-2 juga tidak signifikan mengubah potensi inhibitor Cox-2 selektif pada rofecoksib dan etorikoksib. Delapan inhibitor yaitu ibuprofen, asam flufenamat, Dup-697, biaryl A, indometasin, asam meklofenamat, ketoprofen, dan nimesulida juga diuji menggunakan uji Cox-2 TMPD dengan 7 mM Triton X-100 dan 0.8 mM Tween-20. Pengujian inhibitor Cox-2 dilakukan dengan 12 µg/ml fosfatidilkolin. Preinkubasi Cox-2 dengan fosfatidilkolin dilakukan selam 15 menit dengan tidak menyertakan inhibitor sehingga mengakibatkan penurunan aktivitas Cox 87%. Nilai IC50 untuk ibuprofen dan asam flufenamat adalah 0.25 dan 0.3µM secara berturut-turut. Pada kondisi serupa ketika fosfatidilkolin tidak ada dan tidak mengandung deterjen IC50 memberikan hasil nilai-nilai > 100 µM dan 75 µM secara berturut-turut.
Gambar 4 Hasil uji TMPD (kiri) dan uji arakhidonat (kanan) pada Cox-2 dengan inhibitor biaril A
Kehadiran genapol pada uji TMPD mengakibatkan peningkatan potensi IC50 ibuprofen dari > 100 untuk konsentrasi 0.045 µM. Oleh karena itu, perubahan potensi inhibitor Cox-2 tidak terbatas pada genapol, tetapi juga disebabkan oleh deterjen non-ionik lainnya seperti fosfolipid. Hasil IC50 dan kurva sangat serupa dengan hasil menggunakan uji TMPD. Untuk ibuprofen tanpa adanya genapol, pengujian TMPD menunjukkan 20% inhibtor pada konsentrasi antara 0.5 dan 50 µM (IC50 > 100 µM) sedangkan pada uji asam arakhidonat menunjukkan sekitar 55% inhibitor (IC50 sekitar 2 µM) di atas cakupan konsentrasi ini tetapi hanya mencapai 75% panghambat pada 100 µM. Kedua metode pengujian ibuprofen dengan adanya genapol memberikan bentuk kurva sigmoidal normal dan nilai IC50 50-200 nM.
Nilai IC50 yang lebih tinggi dari 200 nM pada pengujian asam arakhidonat yang konsentrasinya lebih tinggi dari 250 nM diperlukan untuk memperoleh hasil sekitar 50% konversi substrat pada reaksi terkendali. Ketoprofen juga menghasilkan kurva bifasik ketika tanpa adanya genapol untuk uji TMPD maupun uji asam arakhidonat Cox-2, menunjukkan nilai inhibitor sekitar 70% dan memberi IC50 0.5 dan 0.35 µM secara berturut-turut. Genapol akan memberikan hasil uji Cox-2 dan memberi kurva sigmoidal normal dengan nilai IC50 sekitar 0.04 dan 0.1 µM secaraberturut-turut. Kurva sigmoidal telah diperoleh dengan menggunakan kedua metode pengujian ketika ada atau tidak adanya genapol untuk biaril A dan indometasin. Nilai IC50 untuk indometasin hampir sama dengan kedua tipe pengujian dengan konsentrasi 0.3 µM dan tidak dibuat oleh deterjen. Biaril A dengan kedua metoda memberikan nilai IC50 yang serupa tetapi potensi penghambat telah berkurang sekitar 10-fold ketika terdapat genapol. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan genapol terinduksi di dalam potensi pengujian dan uji TMPD dengan teliti mencerminkan potensi inhibitor sebagai pengukuran oleh penghambat dari inhibitor produksi PGH2. Bentuk kedua kurva untuk biaril A hampir serupa sehingga dapat dikatakan bahwa biaril A merupakan NSAIDs yang memberikan respon yang bagus.
Hasil Uji TMPD potensi inhibitor pada Cox-1 dengan dan tanpa menggunakan genapol 2 mM dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5 Hasil pengukuran potensi inhibitor pada Cox-1 dengan uji TMPD dengan dan tanpa genapol 2 mM
Pengujian potensi inhibitor menggunakan metode TMPD dilakukan dengan cara menghitung IC50 dari masing-masing NSAIDs dengan dan tanpa penambahan surfaktan yaitu genapol, dari masing-masing data yang didapat dari IC50 dengan dan tanpa penambahan genapol dicari rasio IC50-nya.
Pada uji ini dapat terlihat senyawa Ibuprofen merupakan senyawa yang memiliki rasio IC50 terbesar, terlihat dari penurunan nilai IC50 yang sangat nyata pada keadaan sebelum penambahan genapol dan setelah penambahan genapol. Nilai IC50 ini menunjukkan besarnya aktivitas inhibisi dari NSAIDs terhadap Cox-1, sehingga semakin besar nilai rasionya maka semakin baik NSAIDs itu dapat menghambat senyawa Cox tersebut, dalam uji TMPD ini senyawa yang memiliki potensi paling baik sebagai inhibitor cox-1 adalah ibuprofen.
Selain ditentukan senyawa inhibitor untuk cox-1, dalam penelitian ini juga dilakukan penentuan senyawa inhibitor bagi cox-2, serta dilakukan pula penentuan pengaruh deterjen terhadap inhibitor cox-2 tersebut. Hasil penentuan senyawa inhibitor ini dan pengaruhnya terhadap penambahan deterjen ini dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6 Hasil pengukuran potensi inhibitor pada Cox-2 dengan uji TMPD dengan peningkatan konsentrasi genapol
Pada gambar 6 dapat terlihat nilai IC50 pada beberapa senyawa NSAIDs dengan peningkatan penambahan genapol, rentang konsentrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah 0 sampai 8 µM. Pada penentuan ini akan dilihat potensi senyawa NSAIDs ini dalam menginhibisi cox-2 seiring dengan peningkatan konsentrasi genapol. Pada gambar 6 ini dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar NSAIDs yang digunakan tidak memberikan nilai IC50 yang memiliki beda yang signifikan dengan seiring bertambahnya konsentrasi genapol. Tetapi pada senyawa ibuprofen, asam flufenamat, dan asam niflumat memberikan perubahan nilai IC50 yang signifikan dari penambahan genapol 0 hingga 0,25 µM, tetapi nilainya tidak terlalu berbeda nyata saat penambahan genapol 0,5 hingga 8 µM. hal ini disebabkan karena genapol bekerja afektif pada 0 hingga 0,25 µM sesuai dengan nilai konsentrasi misel kritisnya (cmc) yaitu sebesar 0,15 µM, sehingga saat konsentrasi genapol berada di atas konsentrasi misel kritisnya genapol akan memberikan efek yang tidak terlalu signifikan. Pada senyawa Dup-697, biaril A, dan biaril B tidak menunjukkan efek apapun pada konsentrasi genapol 0.1 mM. Pada konsentrasi genapol di atas 0.25 mM nilai IC50 untuk masing-masing inhibitor meningkat dengan tidak signifikan terhadap konsentrasi genapol.
Konsentrasi surfaktan di dalam campuran pada pengujian akhir, adalah 8 µM Triton X-100 untuk Cox-1 dan 0.3 mM oktilglukosida untuk Cox-2. Konsentrasi misel ktitik campuran dua deterjen mendekati nilai dua cmc yang lebih rendah dari deterjen yang tidak bercampur. Nilai cmc Triton X-100 dan oktilglukosida lebih besar dari genapol sehingga misel campuran akan memiliki nilai cmc yang hamper sama dengan genapol. Pada gambar 7 disebutkan surfaktan-surfaktan yang dipakai serta nilai konsentrasi misel kritisnya.
Gambar 7 Surfaktan yang digunakan beserta nilai cmc-nya
Waktu kebergantungan penghambatan Cox-2 oleh ketoprofen, indometasin, dan biaril A diteliti secara lebih detail. Masing-masing penghambat dilakukan preinkubasi dengan Cox-2 selama 0-15 menit sebelum berlangsung reaksi inisiasi oleh substrat. Aktivitas Cox-2 ketika ada penghambat masing-masing maka akan berkurang pada orde pertama, walaupun pada ketoprofen ketika tanpa genapol akan mengalami kerusakan dengan jelas dan aktivitas nonzero sisa diamati. Pada gambar 8 dapat diamati Laju reaksi aktivitas Cox-2 pada ketoprofen dan biaril A tanpa dan dengan genapol 2 mM.
Gambar 8 Laju reaksi aktivitas Cox-2 pada ketoprofen dan biaril A tanpa dan dengan genapol 2 mM.
Pada gambar 8 dapat diamati laju reaksi dari biaril A dan ketoprofen, pada gambar sebelah kiri reaksi berjalan tanpa adanya genapol, dan sebelah kanan reaksi berjalan dengan menggunakan genapol. Kurva sebelah kanan untuk ketoprofen dan biaril A tanpa genapol menunjukkan laju reaksi yang cukup besar dibandingkan dengan kurva sebelah kiri yang terdapat campuran dalam genapol. Hal ini menunjukkan saat laju reaksi masih tinggi, berarti masih terdapat senyawa cox-2 dalam campuran tersebut, yang seiring berjalannya waktu inkubasi cox-2 tersebut akan hilang. Kurva sebelah kanan yang merupakan campuran dengan keberadaan genapol menunjukkan bahwa waktu reaksi semakin berkurang dengan waktu yang sedikit, hal ini menunjukkan bahwa cox-2 yang berada dalam campuran tersebut habis bereaksi dalam waktu yang cepat. Jika dibandingkan antara biaril A dengan ketoprofen, yang memiliki tingkat inhibisi terhadap cox-2 lebih baik adalah biaril A,. Hal ini dapat terlihat dari laju reaksi yang terjadi pada biaril A dapat menurun secara signifikan dalam waktu yang sedikit.
Studi terakhir menunjukkan bahwa pengikatan biaril heterosiklik Cox-2-selektif yang menghambat SC-299 dengan Cox-2 terjadi melalui tiga langkah. Percobaan fluorescens dengan SC-299 adalah konsisten dengan dua langkah yang secara relatif cepat mencapai keseimbangan untuk Cox-1. Dengan cara yang sama dua langkah dengan cepat interaksi Cox-2 dapat dibalik dengan Cox-1-selektif inhibitor SC-560 juga diamati. Hasil ini menyatakan bahwa kelihatannya dapat dibalik dengan cepat, kebergantungan waktu inhibitor Cox juga mengikat lewat dua mekanisme bergantung pada nilai mutlak tingkat tarif yang tetap untuk langkah keseimbangan yang kedua, waktu ketergantungan boleh atau tidak mungkin secara eksperimen tampak. Suatu model matematika dari dua mekanisme penghambatan menunjukan bahwa konsentrasi inhibitor dan waktu preinkubasi, dan presentase enzim didefinisikan dengan [ k2/(k2+ k-2)] x 100. Untuk inhibitor dengan laju (k-2), lebih signifikan dibandingkan dengan laju k2, aktiivitas Cox mendekati nilai non zero bahkan setelah waktu preinkubasi. Hasil ini akan menunjukan bentuk kurva yang maksimal kurang dari 100% penghambatan pada konsentrasi inhibitor yang tinggi.
Pada konsentrasi inhibitor yang sangat tinggi peningkatan lebih lanjut pada penghambatan diamati untuk ibuprofen dan ketoprofen ketika ada genapol boleh jadi mencerminkan adanya tambahan penghambatan kompetitif. Deterjen mengubah bentuk kurva titrasi sehingga menghasilkan suatu peningkatan antara persentase inhibitor. Oleh karena itu, dapat dijelaskan oleh perubahan nilai relatif k2 dan k-2 untuk langkah kedua pada pengikatan penghambat. Genapol menyebabkan peningkatan 13-fold pada nilai k2 dan plot aktivitas Cox vs waktu ke arah suatu asimut dekat dengan aktivitas nol. Pengubahan k2 atau k-2 juga mengakibatkan peningkatan potensi penghambat secara keseluruhan untuk pemisahan tetap (KD*). Gambar 9 menunjukkan tetapan laju pada penghambatan Cox-2 dengan ketoprofen, indometasin, dan biaryl A
Gambar 9 Tetapan laju pada penghambatan Cox-2 dengan ketoprofen, indometasin, dan biaryl A
Pada gambar 9 dibandingkan tetapan laju antara ketoprofen, indometasin, dan biaril A dengan dan tanpa penambahan genapol. Pada data ini dapat terlihat bahwa pada biaril A dan indometasin terjadi peningkatan laju reaksi yang signifikan pada penambahan genapol dan tanpa penambahan genapol. Semakin besar tetapan lajunya, maka semain cepat laju reaksi yang terjadi dan inhibisi yang terjadi semakin efektif, pada data ini yang palin baik adalah biaril A dengan penambahan genapol.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sensitifitas penghambat COXs (siklo-oksigenase) dikenal sangat bergantung pada kondisi-kondisi pengujian, kepekaan penghambat dari pemurnian Cox-1 ditentukan dengan uji kolorimetrik yaitu menggunakan bahan pereduksi N,N,N’,N’-tetrametil-p-fenildiamina. Selain itu penambahan deterjen pada kerja NSAIDs berpengaruh positif dalam peningkatan inhibisi senyawa isoform cox. Penambahan deterjen pada senyawa NSAIDs berakibat meningkatnya potensi inhibitor pada senyawa NSAIDs terhadap senyawa isoform cox. Senyawa inhibitor selektif untuk cox-1 adalah ibuprofen, sedangkan pada cox-2 adalah biaril A.
Senyawa deterjen akan memberikan respon positif secara maksimum pada titik konsentrasi misel kritisnya, dan pemilihan deterjen yang baik yaitu deterjen yang memiliki konsentrasi misel kritis yang rendah sehingga aman digunakan pada manusia. Deterjen yang palin efektif digunakan adalah genapol X-100/
DAFTAR PUSTAKA
Saqib A, Karigar C. 2009. Cyclooxygenase isoform in healt and disease. J Pharmacology 7: 1.
Ouellet M, Falgueyret JP, Percival D. 2004. Detergent profoundly affect inhibitor potencies against both cyclo-oxygenase isoforms. J Biochem 377: 675-684.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar