Selasa, 01 Februari 2011

Buah Buahan

Buah-buahan merupakan bagian tanaman hasil penyerbukan antara putik dan benang sari. Umumnya buah-buahan dikonsumsi setelah makanan utama sebagai pencuci mulut. Pemilihan buah-buahan sebagai pelengkap nutrisi bahan pangan biasanya berdasarkan pada sifat fisiknya terlebih dahulu yang dinilai secara subjektif, misal tingkat kematangan (ripening).
Perubahan buah selama proses pemasakan (ripening) antara lain pengempukan, pembentukan flavor yang bagus, perubahan padatan terlarut, dan pengurangan warna hijau serta pembentukan warna kuning-oranye (pigmen karotenoid) atau menjadi merah-biru (pigmen antosianin).

Sifat Fisika dan Kimia Buah

Pemilihan buah segar didasarkan pada sifat fisika dan kimia bahan pangan tersebut . Sifat-sifat fisika yang secara jelas dapat dinilai secara subjektif dalam pemilihan buah dan sayuran segar adalah warna, aroma, rasa, bentuk, dan ukuran. Penilaian secara objektif digunakan dalam pengukuran berat.
Menurut Nazaruddin dan Muchlisah (1996), suatu jenis buah disebut unggul apabila memiliki ciri-ciri: (1) Produktivitas buah per pohon dalam suatu musim panen lebih besar daripada buah sejenis, (2) Tanaman sudah mampu berproduksi pada umur relatif muda, (3) Tahan terhadap hama dan penyakit, (4) Kelezatan rasa dan aroma buah, dan (5) Keseragaman bentuk, ukuran, dan warna buah.
Sortasi/ pemilihan bertujuan untuk memilih buah yang baik, tidak cacat, dan layak ekspor. Juga bertujuan untuk membersihkan buah-buah dari berbagai bahan yang tidak berguna seperti tangkai, ranting dan kotoran. Bahan-bahan tersebut dipotong dengan pisau, sabit, gunting pangkas tajam tidak berkarat sehinga tidak menimbulkan kerusakan pada buah .
Grading/ penggolongan bertujuan untuk:
a. mendapat hasil buah yang seragam (ukuran dan kualitas)
b. mempermudah penyusunan dalam wadah/peti/alat kemas
c. mendapatkan harga yang lebih tinggi
d. merangsang minat untuk membeli
e. agar perhitungannya lebih mudah
f. untuk menaksir pendapatan sementara.
Warna sayuran dan buah yang mencerminkan mutu baik adalah berwarna cerah. Tingkat kematangan dapat mempengaruhi warna buah. Buah yang belum matang, klorofilnya menutupi pigmen kuning (karotenoid). Kulit buah yang segar tidak memiliki warna kusam. Buah yang baik memiliki aroma dan rasa yang segar. Bentuk buah yang mencerminkan buah segar adalah bentuk yang normal dan tidak mengalami kerusakan akibat penyimpanan, suhu, mikrobiologi, dan sebagainya. Buah segar kebanyakan bersifat mudah rusak, sehingga dalam penyimpanan harus disesuaikan dengan sifat masing-masing bahan pangan.
Sifat kimia buah-buahan tergantung pada tingkat kematangan buah. Kandungan berupa air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin dapat ditentukan komposisinya secara objektif kuantitatif. Buah-buahan mengandung sedikit protein dan tidak jarang bebas mengandung lemak, kecuali alpukat dan zaitun. Buah-buahan merupakan sumber vitamin, mineral, dan karbohidrat berupa pati (Krause 1961).
Penentuan kadar makrogizi pada buah-buahan dapat ditentukan secara analisis kuantitatif. Penentuan kadar karbohidrat dapat dilakukan secara titrimetri dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Penentuan kadar protein dapat dilakukan secara titrimetri dengan cara Kjeldahl. Penetuan kadar lemak dari buah-buahan karena bernilai kecil maka dapat dilakukan dengan memisahkan jenis-jenis asam lemaknya dengan Gas Chromatography.
Penentuan derajat keasaman buah-buahan dapat dilakukan pengukuran dengan alat pH-meter maupun secara konvensional dengan kertas pH universal. Derajat keasaman mempengaruhi rasa pada buah, namun tidak berarti menentukan mutu buah yang baik.
Persiapan yang hati-hati, penyimpanan, dan perlakuan yang baik dapat mempertahankan nilai-nilai gizi yang terkandung dalam buah. Buah yang matang dan segar dapat dengan mudah dicerna, kandungan gula seperti glukosa dan fruktosa dapat dengan mudah di absorpsi oleh saluran pencernaan (Krause 1961).
Sayuran merupakan tanaman yang dapat dikonsumsi bagian daun, polong, batang, bunga, buah, maupun umbinya.

Buah-buahan terdiri atas kulit, daging buah, dan biji. Bagian-bagian pada sayur dan buah tidak semua dapat dikonsumsi, sehingga dapat dipisahkan antara bagian yang dapat dikonsumsi dan bagian yang tidak dapat dikonsumsi.

Pengawetan Buah dan Sayur

Setelah buah dan sayur dipanen, produk hasil pertanian tetap melakukan kegiatan fisiologis. Aktifitas fisiologis dapat menyebabkan produk hasil pertanian mengalami perubahan terus menerus namun dapat diminimalisasi. Setelah panen, tahap akhirnya adalah pelayuan dan pembusukan.
Faktor-faktor biologis yang dapat dihambat untuk meminimalisasi proses pelayuan adalah respirasi, transpirasi, faktor anatomi, dan produksi etilena. Komoditi dengan laju respirasi yang tinggi cenderung mudah rusak. Transpirasi merupakan pengeluaran air dari jaringan produk nabati. Transpirasi yang berlebihan dapat menyebabkan pelayuan, pengurangan berat, serta pengurangan nilai gizi. Pengurangan laju respirasi dan transpirasi dapat dilakukan dengan teknik pelapisan (coating), penyimpanan pada suhu rendah, dan memodifikasi atmosfer ruang penyimpanan (Controlled Atmosfer Storage).
Etilena merupakan senyawa organik sederhana yang memegang peran dalam pertumbuhan, perkembangan, dan pelayuan. Etilena merupakan penyebab terjadinya proses pelayuan. Oleh karena itu untuk menghambatnya, etilena dapat dioksidasikan dengan KMnO4 ¬atau ozon. Pereaksi KMnO4 dapat menyerap gas etilena yang dikeluarkan oleh produk nabati.
Metode pengawetan merupakan usaha memperlambat pematangan buah dan sayur dengan cara memperlambat proses respirasi dan transpirasi serta menangkap gas etilena yang terbentuk. Beberapa cara untuk mengawetkan buah dan sayur adalah dengan cara pendinginan, pembungkusan dengan polietilena (PE), dan penambahan bahan kimia tertentu.
Penyimpanan buah dan sayur memerlukan temperatur optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Pendinginan di bawah temperatur 15˚C dan di atas titik beku disebut chilling storage. Namun, pendinginan dapat menyebabkan kerusakan pada buah pisang, yaitu warna menjadi kusam, tidak bisa masak, dan perubahan cita rasa. Kondisi optimum buah pisang yaitu 11-20˚C.
Pengemasan dengan pembungkus polietilena (PE) dapat memperlambat proses pemasakan. Pengawetan buah dengan penambahan bahan aditif tertentu dapat dengan beberapa cara di antaranya, penambahan gula, penambahan bahan pengawet, penambahan antioksidan, dan sebagainya.
Pengawetan buah dilakukan dengan menambahkan sejumlah gula dan memasaknya, merupakan metode pengawetan yang paling umum dilakukan. Beberapa macam jenis pengawetan dengan pembuatan manisan antara lain (Anonim 2007):
1. Golongan I, manisan basah dengan larutan gula encer. Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain jambu, kedondong, salak, dan mangga
2. Golongan II, manisan larutan gula kental yang menempel pada buah. Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain pala, ceremai, dan lobi-lobi.
3. Golongan III, manisan kering dengan gula pasir utuh (gula tidak larut dan menempel pada buah). Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain mangga dan kedondong
4. Golongan IV, manisan kering asin karena unsur yang dominan dalam bahan adalah garam. Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain jambu biji, mangga, dan belimbing.
Gula yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (minimal 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme. Produk-produk pangan berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang cenderung mudah rusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi).
Proses perendaman buah dalam larutan gula dibagi dalam 2 cara, yaitu cara lambat dan cepat. Perendaman lambat, perlakuan perendaman dalam larutan gula memerlukan waktu lama ± 24 jam hingga 3 minggu untuk konsentrasi gula 30% hingga dicapai 70%. Perendaman cepat dilakukan hanya sekitar 3-4 jam hingga diperoleh kadar gula 68-70%. Konsentrasi gula 70% merupakan konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Anonim 2007).
Pengawetan dengan penambahan zat antimikroba, berguna untuk menghambat pertumbuhan jasad renik. Pengawetan dengan penambahan zat anti oksidan alami dapat melindungi buah, dengan cara mereduksi radikal-radikal bebas.
Tingkat keawetan buah dapat dipertahankan dengan cara merendam buah pada air dengan temperatur 80-95°C selama 3-5 menit yang biasa disebut proses blanching. Perlakuan ini bertujuan menonaktifkan enzim dan bakteri yang hidup dalam buah.
Tekstur ketegaran buah dapat dilakukan dengan merendamnya dala larutan garam kalsium klorida. Garam kalsium klorida (CaCl2) merupakan elektrolit kuat yang mudah larut dalam air. Selain CaCl2 yang biasa digunakan untuk mengawetkan buah agar tetap bertekstur keras adalah CaCO3, Ca-laktat, Ca-sitrat dan Ca-hidroksida. Ion kalsium bereaksi dengan asam amino sehingga menghambat reaksi pencoklatan, sehingga dapat mencegah browning enzimatik dan memperkuat tekstur buah.
Terdapat dua macam enzim pemecah pektin yang terdapat pada jaringan buah yang telah masak, yaitu esterase dan poligalakturonase, yang aktivitasnya meningkat selama proses pematangan buah.
Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakkan jaringan sel tanaman tersebut, ion kalsium akan berikatan dengan pektin membentuk Ca-paktinat yang bersifat tidak larut dalam air dan menghasilkan tekstur yang keras. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ikatan menyilang antara ion kalsium divalen dengan polimer senyawa pektin yang bermuatan negatif yaitu pada gugus karboksil asam galakturonat dalam jumlah yang besar sehingga jaringan molekul melebar. Adanya jaringan tersebut akan mempengaruhi daya larut senyawa pektin dan akan semakin kokoh dari pengaruh mekanis (Anonim 2007).

Pengamatan Organoleptik

Analisis organoleptik merupakan multidisiplin ilmu yang menggunakan beberapa panelis berdasarkan kemampuan inderawi dalam melihat, mencium aroma, merasakan, menyentuh dan mendengar untuk mengukur karakteristik sampel makanan. Tidak ada satu jenis alat maupun instrumen yang dapat menggantikan respon manusia. Identifikasi dengan analisis organoleptik pada karakteristik sampel dapat diterapkan untuk berbagai macam penentuan seperti pada pengembangan produk, improvisasi produk, pengawasan mutu, dan pengembangan metode. Para panelis harus diperlakukan sebagai instrumen alami agar dihasilkan hasil yang sesuai. Uji organoleptik dilakukan dalam kondisi yang terkontrol, cocok dengan metode pengujian, dan analisis statistik sehingga dapat dihasilkan data yang konsisten dan dengan keterulangan yang baik (Watts 1989).
Panelis mengidentifikasi perbedaan di antara jenis makanan yang diujikan untuk mengukur intensitas warna dan rasa, tekstur atau penampakan, dan sebagainya. Sampel yang dipresentasikan harus dalam keadaan dan temperatur yang sama, yaitu temperatur yang biasa digunakan untuk mengkonsumsi produk makanan.
Proses mengidentifikasi makanan harus dibandingkan dengan pembanding (reference) sebagai standar penilaian. Pembanding yang digunakan adalah produk makanan yang sejenis dengan sampel yang diujikan. Data sensorik ditampilkan dalam bentuk frekuensi, tingkatan, maupun data numerik kuantitatif. Skala pengukuran digunakan untuk mengkuantifikasi informasi sensorik. Skala dapat diklasifikasi berdasarkan tipe data nominal, ordinal, interval dan skala ratio (Watts 1989).
Skala nominal merupakan skala yang paling umum digunakan dan paling sederhana. Tipe penilaian menggunakan angka-angka yang menginterpretasikan hasil, angka 1= sangat suka, 2= suka, 3= agak suka, dan 4= tidak suka.
Skala ordinal menggunakan angka-angka yang menandakan urutan atau rangking. Urutan tidak mengindikasikan suatu nilai ukuran perbedaan diantara beberapa sampel. Urutan dimaksudkan pada tingkat penerimaan panelis terhadap sampel yang diujikan.
Skala interval digunakan untuk mengurutkan sampel berdasarkan besarnya jarak kecenderungan kesukaan dari suatu sampel tunggal. Skala rasio hampir sama dengan skala interval. Nilai nol pada skala interval dapat berubah-ubah dan tidak mengindikasikan keberadaan karakter sampel yang diukur, sedangkan pada skala rasio sebaliknya.
Hasil analisis organoleptik kemudian disusun secara statistik agar diperoleh suatu kesimpulan mengenai bagaimana penerimaan sampel makanan disuatu populasi/ grup. Uji statistik dilakukan untuk data skalar (hanya memiliki angka tetapi tidak mempunyai arah).

2 komentar: